Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pegiat Anti Korupsi : Pj Gubernur Tagih Dulu Hasil Due Diligent Bank NTT dan Calon Mitra Sebelum Jawab Desakan KUB

Kamis, 02 Mei 2024 | 12:37 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-02T04:37:56Z
Xdetiik
Ketua Ketua Gabriel Goa (kiri) dan Pj. Gubernur NTT (kanan).


XDetiik.com, JAKARTA – Pegiat Anti Korupsi, Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia minta Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake untuk terlebih dahulu menagih hasil identifikasi dan verifikasi (due diligent) baik dari bank NTT (selaku pemohon, red) maupun bank calon mitra (selaku penerima permohonan, red), sebelum menjawab desakan pihak tertentu untuk teken kerjasama KUB (Kemitraan Usaha Bank) dengan Bank DKI terkait pemenuhan modal inti bank NTT Rp3 triliun.


Hal ini disampaikan Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa melalui rilis tertulis kepada media ini pada Rabu, (01/5/2024) menanggapi pernyataan Pengamat Hukum Bisnis Perbankan, Piet Jemadu soal Modal Inti Bank NTT.


Tujuannya agar Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan para pemegang saham Bank NTT lainnya  mendapatkan informasi awal tentang banyak  hal terkait bank calon mitra. Misalnya terkait   prediksi komposisi saham Bank NTT kelak, besaran saham bank NTT yang tergerus berapa persen, proyeksi potensi deviden setelah KUB kelak,” tulis Ketua KOMPAK.


Dalam hal tersebut, Gabriel berpandangan bahwa Pj Gubernur NTT selaku PSP mesti menentukan beberapa pilihan bank. Karena modal masing-masing calon bank penerima tawaran KUB yang berbeda-beda akan menentukan pula besaran komposisi prosentase tergerusnya  saham bank NTT, jika diputuskan KUB.

Pertanyaannya, apakah bank NTT sudah buat due diligent terhadap bank DKI, Bank Bali, Bank Jatim, Bank Jabar atau yang lainnya sebagai bahan analisis para Pemegang Saham. Untuk menentukan calon mitranya?” tantang Gabriel.


Pegiat anti korupsi itu menilai sikap dingin Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake atas berbagai desakan dalam rangka pemenuhan modal inti Rp3 Triliun sebenarnya sikap cerdas. Karena menunjukkan kehati-hatian seorang Ayodhia selaku pemimpin yang paham betul prosedur kemitraan KUB dengan bank lain.

Kita amati sepertinya pak PJ Gubernur masih menunggu data tersebut dari bank NTT. Jika data yang kita maksudkan itu sudah ada di meja pak Pj Gubernur. Kami yakin beliau akan segera menentukan sikap, seperti apa rekomendasi beliau,” jelasnya Gabriel.


Intinya, kata Gabriel, harus ada data hasil investigasi dan verifikasi secara teliti (due diligent) dari bank NTT untuk diserahkan ke para pemegang saham bank NTT, untuk dianalisis dan diputuskan dalam RUPS.

Jika sudah ada, pertanyaannya dengan bank mana bank NTT ber KUB? Berikut, kenapa dengan bank A bukan bank B? Mana simulasi analisisnya untuk masing-masing calon  bank induk itu?” tantangnya lagi.


Simulasi analisis yang dimaksud Gabriel yaitu antara lain prediksi laba, prediksi deviden setelah KUB. Jika opsi BPR bagaimana prediksi laba dan devidennya? Alasannya, bisa saja dalam status BPR justru laba dan deviden lebih besar ketimbang KUB, karena 100 % saham masih di NTT tidak di share ke pemegang saham yang baru.


Menurut Gabriel, jikalau pilihan akhir pemegang saham Bank NTT yaitu KUB, maka Bank NTT tentu harus memilih calon parent bank yang membuat modal bank NTT tergerusnya paling kecil.


Oleh karena itu, lanjutnya, manajemen  bank NTT saat ini harus buat simulasi terhadap beberapa bank. Jangan hanya satu bank agar Bank NTT tidak rugi. Juga agar tidak ada tudingan miring kepada para pemegang saham yang menetapkan secara subyektif parent bank tertentu.

Pengurus bank NTT harus menyerahkan dokumen due diligent ini sebelum RUPS. Agar bisa dibahas di dalam RUPS. Apakah dokumen ini sudah ada? Ujung-ujung pilihan oleh para PS apakah KUB atau BPR adalah laba dan deviden. Jika KUB prediksi laba dan deviden jadi berapa? Jika BPR laba dan deviden jadi berapa? Pilihan mana laba dan deviden yang paling besar, apakah KUB atau BPR?” tanya Gabriel.


Terkait pernyataan Piet Djamadu bahwa penyertaan modal dari bank DKI tidak serta merta lalu bank NTT jadi bank DKI, menurut Gabriel, pendapat tersebut keliru. Karena dengan penyertaan modal tersebut sesuai Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas (PT), maka bank NTT akan menjadi milik bank DKI sesuai jumlah saham yang disetor, dan berhak mendapatkan dividen dari penyertaan modal tersebut.


Lalu terkait berapa jumlah modal yang akan disetor, kata Gabriel, tentunya tergantung hasil due diligent terhadap laporan keuangan bank NTT. “Yang perlu dipikirkan adalah dengan rapor keuangan Bank NTT dari tahun 2020 sampai saat ini yang terus menurun, apakah layak menjadi mitra KUB? Bagaimana dengan pengelolaan modal yang disetor oleh Pemda selama ini yang terus menurun dividennya? Bagaimana pertanggung jawabannya? Jangan-jangan penambahan modal hanya untuk tutup persoalan kredit macet. Investor siapa yang mau?” kritiknya.


Lagi menurutnya, pendapat Piet Jemadu juga keliru tentang jumlah yang disetor bank DKI untuk penuhi modal inti bank NTT Rp 3 triliun bisa bertahap. Alasannya, batas waktu pemenuhan modal inti yaitu 30 Desember 2024, sehingga penyetoran sudah tidak bisa bertahap lagi.


Diberitakan sebelumnya (18 April 2024), Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa menilai permintaan kepada Pj Gubernur NTT untuk teken surat persetujuan kerjasama bank NTT dengan bank DKI guna memenuhi modal inti Rp 3 Triliun, justu merupakan ide konyol yang merugikan Pemprov NTT dan Pemda lain selaku pemegang saham bank NTT. Hal itu sama dengan menyetujui agar hak kepemilikan saham mayoritas atas bank NTT diserahkan ke pihak lain.


Menurut kami, lebih baik turun status ke BPR (Bank Perkreditan Rakyat) ketimbang harus membiarkan kepemilikan saham mayoritas bank NTT diambil alih bank lain atau pihak lain. Itu lebih memalukan bagi Pemda dan rakyat NTT,” ujarnya.


Gabriel menjelaskan, turun status ke BPR bukanlah kiamat bagi bank NTT dan pemerintah daerah selaku pemegang saham. Itu bukanlah hal yang perlu ditakuti. Karena justru jika terpaksa harus berada di status BPR karena modal tidak mencapai Rp3 triliun, itu merupakan momentum bagi para pemegang saham untuk membenahi management bank NTT menjadi lebih baik dan mempersiapkan modalnya menjadi kuat. Lalu kemudian kembali tampil dengan status dan modal yang kokoh.


Tentu hal itu tidak mudah dan dilema bagi para pemegang saham bank NTT, karena di satu sisi perolehan deviden dari bank NTT terus menurun akibat perolehan laba bank NTT yang juga menurun. Apalagi turunnya laba di tengah anomali jumlah kredit yang terus meningkat di atas Rp12 Triliun. Namun di lain sisi, Pemprov NTT dan Pemda lain selaku para pemegang saham bank NTT terus dituntut untuk penambahan modal dan digoda untuk menjalin kerjasama dengan bank lain untuk pemenuhan modal inti bank NTT.


Gabriel sebaliknya mendorong Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake untuk tetap menjalankan komitmennya mempercepat audit komprehensif terhadap bank NTT, guna memperbaiki sistem management dan kontrol terhadap bank NTT.**

×
Berita Terbaru Update