Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

LPRI Temukan Dugaan Mafia Tanah Saat Mediasi di Kantor Desa Noelbaki

Rabu, 22 Mei 2024 | 2:40 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-22T06:40:27Z
Xdetiik
Mediasi masalah tanah di Kantor Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT. 


XDetiik.com, KUPANG - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) NTT, Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) menemukan dugaan mafia tanah saat pertemuan mediasi di Kantor Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Satu objek tanah yang terletak di RT. 056, RW. 020, Dusun Oehau, Desa Noelbaki itu telah dijual berulang kali oleh YN bersama istri, RN kepada orang/pembeli yang berbeda.


Demikian disampaikan Ketua DPD LPRI NTT, Rezky Y. A. Frans yang telah mengikuti proses mediasi di Kantor Desa Noelbaki pada Selasa, (21/5/2024).



"Kami sudah mendengar banyak keterangan. Kami ini lembaga pengawasan termasuk memberantas mafia-mafia hukum. Saya melihat keterangan klien ini, YN banyak keterangan yang disembunyikan. Pada saat ini kami juga mengatakan mencabut/membatalkan kuasa dari pemberi kuasa, YN," tegas Rezky di dalam forum mediasi itu.


Rezky menjelaskan bahwa YN bersama istri RN sebelumnya telah memberikan kuasa kepada LPRI untuk pengawasan kasus tersebut. Namun ternyata ia menilai telah ditipu oleh mereka yang sebagai klien itu.


Ketua LPRI NTT ini juga mengaku akan mengadukan dugaan mafia tanah tersebut ke Kepolisian. "Kami akan melaporkan hal ini ke Polisi. Karena kami tidak membela oknum-oknum seperti ini. Yang secara sadar sudah menjual tanah ke satu orang. Namun masih menjual lagi ke orang yang lain. Ini kan mafia tanah," tegasnya lagi.


Ia juga merasa bersyukur karena dengan adanya mediasi tersebut, akhirnya terbuka semua tentang masalah tersebut. "Mediasi ini berhasil. Karena kami dapat menemukan fakta mafia disini. jadi kami lembaga LPRI tak ingin melindungi para mafia," ungkapnya, nada tegas.


LPRI menentang keras terhadap oknum-oknum mafia hukum, "sepert temuan dugaan mafia tanah yang terjadi di tilong, wilayah Desa Noelbaki ini," tandasnya. 


Sementara itu, dalam pertemuan mediasi tersebut, Kepala Desa (Kades) mengakui hanya menandatangani Pelepasa Hak (PH) tanah tersebut.

"Saya hanya tandatangani Pelepasan Hak (PH) atas tanah itu. Tapi itu bukan sudah langsung sah. Sebagai acuan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Kupang untuk turun ukur. Ketika mereka turun ukur dan temukan tanah itu sudah pernah diukur maka dengan sendirinya PH itu dibatal," kata Kades akui tandatangani PH tanah yang dijual berulang kali itu.


Kades Noelbaki mengakui telah menandatangani PH atas tanah satu objek yang sama itu telah dijual berulang kali oleh oknum YN dan RN kepada pembeli yang berbeda-beda. Harga pun bervariasi.


"Ini (PH) sebagai rujukan saja kesana (BPN, red) untuk penerbitan sertifikat. Nah, sekarang mama (korban beli tanah jual diatas jual, red) baru sebatas ada PH dan belum diukur, Andai kata mama ke BPN dan turun ukur maka tanah itu sah jadi milik mama," ungkap kades, merasa tak bersalah telah tandatangani PH berulang kali dalam satu objek.


Jadi, lanjutnya, bukan tertuju ke pemerintah desa tetapi tertuju dahulu ke penjual. "Plt Dusun itu harus dihadirkan. Kita kan hanya administratif saja. Tapi yang keluarkan produk sertifikat itu di BPN. Tinggal mama (DN, red) yang berurusan dengan penjual. Proses prona kan itu program pemerintah," terang kades menyebutkan masalah tersebut ada di penjual.


Akhirnya Kades juga menyatakan dirinya bukan hakim untuk memutuskan kronologi-kronologi yang diceritkan didalam mediasi itu.
"Sekarang orang sudah punya sertifikat, tidak bisa dibatalkan lagi. "Mau apa lagi?. Jadi begitu. Kalau merasa tidak puas bisa membuat pengaduan ke tingkat atas. Saya berikan rekomendasi," paparnya.


Selain itu, Penjual, RN saat diberikan kesempatan bicara, ia menyampaikan bahwa "Diwaktu itu Ibu Yul datang bawa memang uang 3 juta. Dari situ saya tidak tahu tanah itu mereka mau bagi ke siapa-siapa. Saya tunggu-tunggu waktu itu. Terakhir saya tanam gamal sama anak-anak di tanah itu," kata RN yang diduga mafia tanah itu.


Akhirnya, lanjut RN katakan Ibu Yul dan oknum suaminya tidak tahu nama siapa. "Sampai tidak salah bulan lalu datang dan katanya diusir itu. Masa tuan tanah tidak ada tapi koq bisa prona? PH itu buat satu kali. Saya tidak tahu Ibu Yul  itu suaminya dimana tapi ternyata ada," ungkap RN.


Selanjutnya, Pembeli, YB yang telah memiliki sertifikat itu hadir bersama suami juga mengatakan bahwa "Mama, saya kasihan mama dengan berbagai keluhan mama. Sebelumnya 3 tahun lalu mama RN datang ke rumah saya katanya dia yang membayar pajak. Saya bilang Kalau pernah bayar pajak, buktinya kasih saya," ujar YB, kesal.


Katanya, lanjut YB, ada dua juta lebih ibu. "Saya bilang mana buktinya saya lihat. Saya ganti uang. Jadi dia (RN, red) buka tas, katanya, lupa di lemari. Saya bilang pergi ambil mama. Datang lagi bilang di lemari tidak ada. Mengeluh anak, sakit, tidak sekolah dan lain-yang tak dapat saya sebutkan lagi," kata YB mengisahkan awal muncul masalah.


Mendengar pengakuan itu, salah satu pembeli, DN yang merasa dirugikan dengan tegas mengatakan tak ingin lagi kompromi. "Harus kembalikan kerugian saya. Saya tidak mau tanah lagi," tegas DN, kecewa.


Disaksikan media, penjual RN merespon dengan mengaku akan mengumpulkan keluarga biacara untuk bisa menggantikan tanah dengan di lokasi yang berbeda. Namun DN katakan, "saya tidak ingin tanah lagi. Saya hanya mau uang saya kembali cash," tandas DN.


DN dengan suara tegas didepan forum, tidak ingin terima ganti lokasi tanah lagi. "Jadi saya mau uang saya (kurang lebih Rp 145 juta, red) dikembalikan cash dalam waktu 2 bulan (60 hari). Saya tak kekurangan tanah mama RN. Menipu itu dosa," ungkapnya terlihat sangat kesal merasa tertipu oleh RN.


Diketahui, Proses mediasi itu berakhir dengan dibuatkan berita acara hasil mediasi yang juga dihadiri oleh Pemerintah Desa Noelbaki, Kepolisian Polsek Kupang Tengah, para oknum penjual dan pembeki tanah, serta  LPRI NTT yang mengawasi langsung masalah tersebut.

Pace/tim**

×
Berita Terbaru Update