Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Minta Evaluasi Kejati NTT dan Polda Soal Kasus RSP Boking, Araksi Surati 4 Lembaga Negara ini

Kamis, 14 Maret 2024 | 8:39 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-14T12:39:32Z
Xdetiik.com
Araksi surati 4 lembaga negara soal kasus dugaan korupsi RSP Boking.

XDetiik.com, JAKARTA - Aliansi Rakyat Anti Korupsi, (Araksi) NTT menyurati Pimpinan KPK RI, Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Ketua Komisi III DPR RI Masing-masing di Jakarta. Araksi meminta mensuperfisi/mengevaluasi Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT dan Polda NTT terkait penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking, TTS. Total kerugian Negara mencapai Rp.16.526.472.800.00 (16,5 Miliar lebih) sesuai hasil audit BPKP RI.


Berdasarkan surat yang diperoleh tim media ini pada Kamis, (08/3/2024), Ketua Araksi NTT, Alfred Baun, SH memohon perhatian, evaluasi dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada empat lembaga negara soal kasus dugaan korupsi RSP Boking.


"Kami dari Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) NTT, meminta kepada pimpinan 4 lembaga Negara tersebut agar melakukan superfisi/evaluasi dan Khusus untuk Komisi III DPR RI Agar melakukan RDP kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terkait penegakan hukum Kejati NTT dan Polda NTT dalam penanganan kasus dugaan korupsi RSP Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT," tulis Araksi.


Disebutkan juga nilai kerugian negara dalam kasus RSP Boking. "Total kerugian negara mencapai Rp.16.526.472.800.00 (16,5 Miliar lebih) sesuai hasil audit BPKP RI, Cabang Kupang No:PE.04.03/LHP-586/PW24/2022.Tgl 29 Desember 2022. Dari jumlah besaran anggaran Rp.17.500.000.000.00," jelasnya dalam surat itu. 


Araksi menerangkan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan penyidik Polda NTT, "selama 4 tahun Polda NTT berhasil menetapkan dan melakukan penahanan terhadap 5 orang tersangka," tulis Araksi.


Sesuai ketentuan hukum, lanjutnya, penyidik Polda NTT, dalam penyidikan selalu melakukan koordinasi dengan Tim Asisten Pidana Khusus (Apidsus) Kejakti NTT. "Bahwa kasus tersebut telah dilakukan superfisi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana tertuang dalam surat KPK No:R/916/KOR.02.02/01-76/04/2022 Tertanggal 13 April 2022. (Surat Terlampir),"urai Araksi dalam surat itu.


Dikatakan Araksi, berdasarkan Penyidikan dan Superfisi dari KPK RI yang melibatkan Tim Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati NTT yang pada intinya menyepakati bahwa "penanganan dan penyidikan terhadap kasus tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi (unsur-unsur pidana telah terpenuhi). Bahwa berdasarkan hasil koordinasi antara Tim Penyidik Polda NTT dengan Tipidsus Kejati NTT, hasil koordinasinya membuat Penyidik Polda NTT sulit untuk dilakukan pelimpahan berkas perkara tersebut yang kemudian mengakibatkan para tersangka 5 orang yang telah di tahan di Mapolda NTT," urainya dalam surat tersebut.


Para tersangka (tsk) tersebut, katanya, terpaksa harus dilepaskan dari penahanan, yakni "pada 10 Februari 2024 untuk 2 orang tersangka dan 19 februari 2024 untuk 3 orang tsk lainnyaa karena waktu penahanan 120 hari sesuai ketentuan hukum telah berakhir. Padahal berkas perkara tersebut belum dilimpahkan di Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ungkapnya.


Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh ARAKSI. Tim Tipidsus Kejati NTT memberikan arahan agar penyidik Polda NTT harus memeriksa Saksi Ahli tambahan sebagai pembanding terhadap hasil temuan kerugian keuangan negara yang telah ditetapkan oleh ahli Auditor dari BPKP NTT.

"Hal ini menimbulkan kesulitan terhadap Penyidik Polda NTT karena arahan Tipidsus terkesan meragukan hasil audit BPKP NTT Bahwa ARAKSI menduga Tim Tipidsus Kejati NTT sangat tidak substantive dan sangat arogan untuk menghambat penyelesaian kasus ini," tandas Araksi.


Menurut Araksi, jika kemudian KPK harus megambil alih kasus RSP Boking seperti kasus korupsi Bibit Bawang Merah di Kabupaten MALAKA Provinsi NTT, "maka muncul pertanyaan bahwa mestinya Tipidsus Kejaksaan Tinggi NTT dibubarkan saja atau sebaiknya 4 oknum Jaksa ini di pindahkan dari Kejati NTT. ARAKSI menilai Tipidsus Kejati NTT terkesan terlalu egois dalam memberikan arahan kepada penyidik Polda NTT yang menimbulkan kebisingan dalam penanganan kasus Korupsi di Kejati NTT ini," tegas Araksi.


Melalui surat tersebut, pihak Araksi berharap agar  "Komisi III DPR RI secepatnya memanggil Bapak Kepala Kejaksaan Agung agara melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus ini. Sedangkan Bapak Kapolri, Bapak Kepala Kejaksaan Agung dan Pimpinan KPK dimohon agar melakukan evaluasi dan superfisi terhadap penanganan kasus ini agar ada kepastian hukum dan para tersangka mempertanggungjawabkan kerugian keuangan negara," harap Araksi.


Selain itu, Araksi juga menyebutkan tentang kelima orang tersangka di Polda NTT dalam kasus tersebut yang sudah dilepaskan.

"Berkas perkara yang dikoordinasikan antara penyidik Polda NTT dengan Kejati NTT hanya dibolak-balik. Petunjuk dari Kejati yang diduga seolah-olah memberikan kesulitan kepada Polda NTT untuk melengkapi petunjuk demikian. Akibatnya, kelima tersangka itu dillepas kembali dengan waktu 120 hari penahanan telah selesai," kritik Araksi.


Seperti diberitakan sebelumnya pada Jumat (11/12/2020). Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) meminta Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera memeriksa Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Egusem Pieter Tahun, ST. MM terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Boking tahun 2017 dengan kerugian negara sekitar Rp.14,5 Milyar dari total anggaran Rp. 17,4 Milyar.


Jadi kita berharap pak Bupati Epy Tahun ikut bertanggungjawab menjelaskan kasus ini, karena beliau sebagai Asisten Ahli dan plt Sekda TTS saat itu (tahun 2017, red) pasti tahu banyak tentang pembangunan Rumah Sakit Pratama Boking. Kerugian negara besar, sementara plafon-plafon rumah sakit itu mulai roboh (jatuh). Beliau (Bupati Epy Tahun, red) harus bicara agar kasus ini bisa dijernihkan,” tegasnya.

×
Berita Terbaru Update