Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pembakaran dan Pengrusakan di Desa Oelnasi, PH : Diduga ada Preman, Harus Dikeluarkan dalam 1x24 Jam

Kamis, 24 Agustus 2023 | 9:42 PM WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-24T14:57:08Z
Xdetiik


XDetiik.com, KUPANG - Kasus pembakaran rumah dan pengrusakan yang terjadi di kampung Tuahanat Dusun 5, Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT diduga karena masuknya orang luar yang dikualifikasi sebagai preman yang juga mengacaukan situasi Keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).


Demikian disampaikan Penasehat Hukum (PH), Melkzon Beri, SH.M.Si dari Keluarga Amabi kepada media seusai pertemuan mediasi antara keluarga Lainati, Keluarga Amabi seluruhnya di Kantor Camat Kupang Tengah pada Kamis, (24/8/2023).


kondisi Kamtibmas yang terjadi di desa oelnasi, dusun 5 kampung Tuahanat, pada kesempatan pertemuan itu semua pihak hadir baik itu keluarga Lainati, Keluarga Amabi seluruhnya lengkap di sana.

"Dari percakapan (mediasi) itu bersepakat bahwa terhadap orang-orang yang dikualifikasi sebagai preman yang ada di Tuahanat, Dusun 5, Desa Oelnasi itu 1 x 24 jam harus segera ditarik keluar dari situ. Tidak boleh lagi beraktivitas di tempat situ, mulai besok Jumat, (25/8/2023). Karena kesepakatan itu sesuai Undang-undang 1338 KUHP perdata yang mengikat para pihak. Sehingga kalau sampai dengan besok itu orang-orang yang di suruh sebagai aktor intelektual yang dibayar untuk menakut-nakuti pembakaran dan pengrusakan di Tauhuan harus segera di tangkap kalau mereka tidak keluar dari situ," tegasnya.


PH juga mengungkapkan bahwa patut diduga ada orang-orang yang diundang terorganisir di dalam satu kelompok kemudian datang membuat basecamp lalu melakukan aktivitas yang nyata-nyata sebagai perbuatan melawan hukum yaitu pembakaran rumah dan pengrusakan kemudian menebang secara membabi buta, menjarah hewan-hewan peliharaan masyarakat disekitar. Selain itu melakukan teror secara psikologis sehingga kondisi Kamtibmas menjadi tidak nyaman, orang tidak bisa beraktivitas dengan baik.


"Kami sudah membuat laporan polisi ke Polsek Kupang Tengah. Korbannya atas nama Soleman Amabi dan pemilik rumah yang di bakar itu Yeni Amabi sudah melapor.  4 orang saksi sudah diperiksa dan keterangannya sudah di sampaikan dan ada petunjuk bahwa orang-orang yang menjadi aktor di belakang itu sudah di ketahui seluruhnya sehingga yah... sadar sendirilah atas perbuatannya yang di lakukan. Kita berharap proses itu segera P21, segera dinaikkan statusnya  dari Lidik ke sidik supaya bisa di terapkan tersangkanya dan segara dilakukan penahanan terhadap aktor intelektual," pintanya.


Sebagai Kuasa Hukum Keluarga Besar Amabi, ia juga memberikan penegasan dan harapannya. "Kita berharap pihak kepolisian pro-aktif atas kesepakatan yang diambil hari ini tanggal 24 Agustus 2023 di kantor camat Kupang Tengah," harapnya.


PH pun menuturkan bahwa kasus tersebut bermula dari pembagian tanah kepada anak-anak, keluarga besar Amabi.

"Kasus itu sesungguhnya kalau kita lihat awal asal-usul dari pembagian tanah kepada anak-anak keluarga besar Amabi, termasuk di dalamnya Lainati dan lain-lain yang ada di desa oelnasi, dusun 5, yang di sebut kampung Tuahuan, berdasarkan bukti land reform yang di keluarkan oleh Kantor Agreria pada tahun 1968. Itu ada gambar situasi yang melegitimasi bahwa terhadap tanah yang dituahuan itu adalah pemiliknya Leinati karena di dalam bukti itu tercatat atas nama Lores Amabi," ujar PH.


Orias Amabi itu, lanjutnya, yang bersama-sama dengan Kornalius Amabi dan Simon Amabi berdasarkan putusan pengadilan tahun 1991 itu memposisikan Lores Amabi kemudian Kornalius Amabi dan Filmon Amabi itu sebagai ahli waris sah dengan berdasarkan bukti land reform yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kupang tahun 1968. Kemudian ahli waris ikutan dari Filmon Amabi ini karena namanya tercatat dalam putusan pengadilan selaku ahli waris, maka mereka yang tergantung di lahan tersebut tidak bisa dilakukan pengsertifikatan atas nama orang karena luasannya cukup besar, hampir 20an hektar (Ha). Ini baru satu produk masih ada produk lain. 


"Oleh karena itu, disepakatilah oleh keluarga untuk membagi-bagikan untuk setiap orang 30 x 50. Nah,  kemudian dibagi-bagi, di patok-patok kepada orang-orang pribadi,  baru sekitar 7 orang, lalu  datanglah Noh Loenati, kemudian menghalang-halangi proses pembagian itu, dengan tanpa alat dasar lalu memproklamirkan diri sebagai pemilik atas tanah itu. Juga melaporkan kepada kepala desa dan juga camat untuk sesegeranya melakukan mediasi," terang PH.


Dikatakan PH bahwa proses hukum biarlah berjalan. "Bagi kami keluarga Amabi untuk apa dimediasi?. Karena dasarnya sudah jelas biarlah proses itu berjalan karena tidak ada etikad baik. Waktu itu ada surat menyurat saja. Masing-masing bertahan dengan dasar kepemilikannya keluarga amabi juga mungkin Noh Leinati dan kawan-kawan juga punya. Nanti kita uji," paparnya.


Ia juga katakan akan mempersiapkan langkah perdata dalam kasus tersebut agar terang benderang sehingga bukti-bukti alas hak yang dimiliki terkait dengan produk Land Reform tahun 1968 itu tercatat atas nama Lores Amabi yang kemudian hak yang nanti di turunkan lagi kepada anak-anak dari Filmon Amabi. Karena mereka bertiga Orias Amabi, Orias Amabi dan Filmon Amabi adalah Ahli Waris dari keluarga Amabi yang sudah meninggal sekarang di tetapkan anak-anak yang lahir dalam perkawinan itu di tetapkan sebagai Ahli Waris sehingga mana kala pengadilan telah menetapkan itu maka terhadap orang-orang yang ada di situ kalau tidak di ajak berdamai secara baik-baik maka segara meninggalkan tempat itu. 

"Objek sangketanya kami akan berkoordinasi dengan pertanahan untuk melakukan ploting terdapat produk 1968. Objek sangketa 1960 menjadi jelas. Ini produk pertanahan maka tadi saya katakan ini produk pertanahan bukan produk abal-abal," tegasnya.


Ia juga menerangkan bahwa Keluarga Amabi punya struktur dari sil-sila itu posisi Leinati ada di mana, posisi Amabi ada di mana, sehingga tidak ada dusta di antara kita didalam proses pembuktian itu.

"Obyek sangketa itu mereka sementara kuasai tetapi prinsip hukum bahwa terhadap mereka yang menguasai objek tanpa alas hak pihak yang menang dalam perkara ini. Dia memiliki pembuktian yang kuat dikabulkan seluruh pembuktian itu, maka orang-oang yang menguasai harus keluar dari lokasi sangketa. Itu prinsip hukum bukan saya yang omong itu hukum yang omong," pungkasnya.

Sementara itu, Keluarga Saenanu dan Leinati dalam tanggapnnya ketika mediasi mengatakan bahwa saat pengukuran mereka tak diundang. Sehingga melaporkan ke Desa. Dan disana ingin untuk diselesaikan secara kekeluargaan. 

"Kami tidak mau supaya jual tanah itu. Hanya mau kontrak untuk kita makan, tetapi untuk jual itu tidak," katanya.

Menurut Camat Kupang Tengah,  Robianto Meok mengatakan bahwa tak ingin memihak ke siapa-siapa. 

"Kita tidak memihak ke siapa-siapa namun menjaga agar 7 Desa ini semuanya aman. Hal yang kita bicarakan ini hal dan tugas tanggungjawab pemerintah," ujarnya.

Kapolsek Kupang Tengah, IPTU I Nyoman Gurina Mariana, SH., MH. Menuturkan bahwa 

"Untuk Pemerintah dan Polri kita menjaga bersama. Berupaya menjaga situasi kamtibmas aman," jelas Kapolsek tampak muda dan humoris itu.

(Fiand**).
×
Berita Terbaru Update