Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Diskusi Publik: WALHI NTT dan Masyarakat Adat Sumba Barat Deklarasi Sabana Jadi Ekosistem Esensial

Senin, 08 September 2025 | 7:32 AM WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-07T23:32:33Z
Xdetiik
Tokoh adat, pemerintah, dan WALHI NTT usai membacakan deklarasi dukungan sabana sebagai ekosistem esensial di Kampung Rate Wana, Sumba Barat.

WAIKABUBAK, XDetiik.com – Masyarakat adat Sumba Barat menegaskan komitmennya menjaga warisan leluhur dan lingkungan hidup.


Dalam diskusi publik bertema “Urgensi Keadilan Ekologis di Pada Eweta Manda Elu”, mereka sepakat mendorong sabana ditetapkan sebagai ekosistem esensial.


Kegiatan ini digelar WALHI NTT di Kampung Rate Wana, Kabupaten Sumba Barat, Jumat (5/9/2025).


Diskusi menghadirkan tokoh adat, pemerintah, akademisi, dan organisasi lingkungan.


Mereka menekankan perlunya kolaborasi untuk menjaga keseimbangan antara budaya, adat istiadat, dan pelestarian ekologi di Pulau Sumba.


Ketua Marapu Sumba Barat, Rato Kornelis Bili, mengingatkan bahwa kerusakan hutan Porolombu menjadi ancaman serius.


“Hutan ini dulu penyangga kehidupan. Jika dibiarkan rusak, bencana seperti longsor bisa terjadi,” katanya.


Ia menegaskan ritual adat selalu mengajarkan keseimbangan dengan alam sebagai pedoman masyarakat adat.


Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, menegaskan kerusakan alam berarti hilangnya identitas budaya Sumba.


Ia mengajak masyarakat kembali ke kearifan lokal seperti tradisi rotu dan pengkramatan hutan serta sumber air.


“Ekologi, budaya, dan adat Sumba tidak bisa dipisahkan,” tegasnya dalam forum tersebut.


Advokat masyarakat adat, Yanto Behar Nggali Mara, menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi sabana.


Menurutnya, sabana memiliki keanekaragaman hayati tinggi namun sering terabaikan dalam kebijakan konservasi.


Ia mendorong pemanfaatan regulasi seperti Permen LHK No. P.29/2016 tentang Kawasan Ekosistem Esensial.


Wakil Bupati Sumba Barat, Thimotius Tede Ragga, menyatakan dukungan penuh pemerintah.


Ia menegaskan pentingnya menjaga hutan, sumber air, serta adat istiadat sebagai warisan nenek moyang.


“Kita harus wariskan bumi yang sehat bagi generasi masa depan,” ujarnya.


Diskusi juga diwarnai paparan tokoh perempuan adat, Debora Rambu Kasuatu.


Ia mengajak anak-anak Sumba dididik mencintai tanah leluhur dan menjaga ekosistem sejak dini.


Sementara itu, Kepala Desa Tebara, Marthen Ragowino Bira, menekankan kebersihan dan potensi lokal.


Menurutnya, peningkatan ekonomi masyarakat bisa dilakukan tanpa meninggalkan tradisi adat.


Rangkaian diskusi ditutup dengan deklarasi masyarakat adat mendukung sabana sebagai ekosistem esensial.


Deklarasi dibacakan bersama pemuda, organisasi masyarakat, dan tokoh adat.


Yel-yel khas budaya Sumba mengiringi penegasan komitmen menjaga adat dan lingkungan di tanah Humba.

×
Berita Terbaru Update