XDetiik.com, KOTA KUPANG - Laporan Welly Dimoe Djami (WDD) ke Polda NTT dinilai bernuansa politik dan sebagai balas dendam karena ia pernah dipenjara karena kasus pemalsuan tandatangan penerima beasiswa di SMA Teladan. Welly dituding hanya selalu dijadikan alat politik untuk menjegal karier politik Jefri Riwu Kore (Jeriko). Karena itu penyidik Polda NTT diminta untuk bertindak professional dan tidak mengkriminalisasi Jeriko dalam menangani laporan Welly.
Hal ini merupakan Penilaian Ketua Relawan Teman Jeriko, Yan Piter Lilo melalui rilis yang diterima tim media ini terkait dugaan laporan sumpah palsu dengan terlapor Jefri Riwu Kore (Jeriko) yang dilaporkan Welly Dimoe Djami, ke Polda NTT pada Senin, (11/9/23).
“Kami menilai Laporan Welly Dimoe Djami ke Polda NTT sebagai balas dendam karena ia pernah dipenjara karena kasus pemalsuan tandatangan penerima beasiswa di SMA Teladan yang pernah dilaporkan Jeriko. Welly juga selalu dijadikan alat politik untuk menjegal karier politik Jefri Riwu Kore (Jeriko) karena ia hanya berulah di tahun politik. Karena itu kami minta penyidik Polda NTT untuk bertindak professional dan tidak mengkriminalisasi Jeriko dalam menindaklanjuti laporan Welly,” tandas Yan ditemui media di Polda NTT.
Dalam rilisnya, Yan membeberkan kronologis sebenarnya dibalik laporan Welly tersebut. “Masalah ini perlu diklarifikasi agar masyarakat tahu jelas kronologi yang tepat tentang persoalan tersebut, karena di berbagai media maupun melalui laman media sosialnya, Welly Dimoe Djami selalu memposisikan diri dizolimi dalam persoalan tersebut, padahal faktanya tidak demikian. Ia justru hanya dijadikan sebagai alat politik oknum yang bermain dibelakang layer,” ungkapnya.
Mantan Pengurus Pusat GMKI ini menyampaikan kronologi lengkap, awal mula Welly Dimoe Djami di laporkan dan di vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang. Awal kasus tersebut terjadi ketika Pemilu Legislatif tahun 2014 yang lalu, Dr. Jefri Riwu Kore menang dan setelah itu Welly Dimoe Djami langsung melaporkan Bapak Jefri Riwu Kore dengan dugaan penipuan penyaluran beasiswa. "Berbagai laporan ia lakukan waktu itu. Mulai dari melaporkan Bapak Jefri Riwu Kore ke berbagai Aparat Penegak Hukum baik di Kupang maupun Jakarta," ujarnya
Diantaranya, lanjut Yan, Welly melaporkan dugaan penipuan yang katanya dilakukan Jeriko dengan janji untuk memperjuangkan Beasiswa bagi siswa sekolahnya, SMA Sinar Pancasila Kupang. "Welly melaporkan dugaan Penipuan ini ke Dewan Kehormatan DPR RI. Ia juga melaporkan Bapak Jeriko ke Bawaslu Propinsi NTT," beber Yan.
Bukan hanya melaporkan di berbagai aparat penegak hukum dan pihak terkait, Welly juga terus melakukan Konperensi Pers yang menyatakan bahwa Jeriko melakukan penipuan lewat beasiswa. Menyikapi banyaknya laporan tersebut, kemudian Jefri Riwu Kore, melaporkan kembali Welly Dimoe Djami.
Atas dasar tanda tangan Palsu untuk mengambil beasiswa milik siswa-siswi tersebut, lanjut Yan, maka kemudian Jeriko melaporkan Welly Dimoe Djami ke polisi dengan kasus pemalsuan tandatangan. “Selanjutnya ia disidangkan di Pengadilan Negeri Kupang, Welly diputuskan bersalah dan dihukum penjara sekitar 5 bulan. Ia banding ke Pengadilan Tinggi Kupang hingga kasasi ke Mahkamah Agung namun ia tetap divonis bersalah melakukan pemalsuan tandatangan siswa-siswi. Hingga akhirnya ia dieksekusi tahun lalu oleh Kejari Kupang. Ia masuk penjara dan telah selesai menjalani masa hukumannya," bebernya.
Yan menandaskan, sebagai warga negara Jeriko juga melaporkan balik Welly atas beberapa laporan yang dirasa memfitnah dirinya untuk merusak reputasinya. "Harus diingat bahwa Jeriko bukan orang gila yang suka cari masalah dengan orang lain. Jeriko hanya merespon dan membela diri atas fitnah yang begitu banyak dilakukan Welly setelah Jeriko menang dalam Pileg tahun 2014," tegasnya.
Berdasarkan kronologi tersebut, mantan Ketua Cabang GMKI Ba'a ini juga menilai bahwa laporan Welly Dimoe Djami ke Polda NTT dinilai bernuansa balas dendam karena secara Hukum, perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan ini terjadi pada sekitar tahun 2014/2015 dan telah mendapat putusan pengadilan yang inkrah.
Menurutnya, atas dasar laporan Welly tersebut, Pihak Penyidik Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda NTT telah memanggil Jefri Riwu Kore untuk di dengar keterangannya, secara berturut-turut, sejak Rabu 28 Juni 2023, dalam pemeriksaan tersebut, Penyelidik hanya mengajukan 1 pertanyaan, yakni: “Apakah Hakim Pernah Menegur Saudara Ketika Saudara Memberikan Keterangan Sebagai Saksi Dalam Perkara Pidana Pemalsuan Tanda Tangan Dengan Tersangka Saudari Welly Maria Dimoe Djami?”. Atas Pertanyaan Ini Bapak Jefri. Riwu Kore menjawab : ”Tidak Pernah”.
Kemudian pada hari ini, Senin, 11 September 2023, Jam 09.00 WITA, Jeriko kembali di panggil untuk wawancara klarifikasi perkara guna memberikan keterangan terkait penyelidikan terhadap dugaan peristiwa memberikan keterangan palsu di atas sumpah. “Sesuai pokok laporan polisi maka pasal yang dapat disangka-kan kepada Jeriko sebagai terlapor adalah Pasal 242 KUHP Juncto Pasal 174 KUHAP.
Dengan rumusan Pasal 174 KUHAP di atas, lanjutnya, jika benar Jeriko telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan maka seharusnya perkara dugaan peristiwa memberikan keterangan palsu diatas sumpah sebagaimana disangkakan tidak membutuhkan laporan polisi. “Karena pada saat itu juga dipastikan ada penetapan/perintah pengadilan/hakim kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penahanan dan proses hukum sesuai perundang-undangan.
"Dengan konstruksi kasus yang dilaporkan Welly Maria Dimoe Djami dan rumusan Pasal 242 KUHP dan Pasal 174 KUHAP, adakah alat bukti atau saksi yang di sampaikan Welly Maria Dimoe Djami saat melapor ke SPKT Polda NTT pada 26 Mei 2023 sehingga laporan ini dianggap layak dan memenuhi syarat untuk diproses lanjut ke tahapan penyelidikan?" tanya Yan.
Yan mengingatkan bahwa jika hal-hal tersebut belum atau tidak menjadi perhatian utama dan tidak dilakukan penyidik maka dugaan tindak pidana sebagaimana dilaporkan oleh Welly Maria Dimoe Djami yang sedang dan akan dilakukan oleh pihak Penyelidik/Penyidik Polda NTT, maka akan berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap Jeriko. “Juga terhadap proses persidangan dan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan dengan terdakwa kala itu, adalah saudari Welly Maria Dimoe Djami,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Yan, jika Jeriko sampai ditetapkan sebagai tersangka dengan mengabaikan Pasal 242 KUHP dan Pasal 174 KUHAP. “Itu sangat merugikan Bapak Jeriko secara materil maupun imateril. Apalagi jika penyidik dengan sengaja memanggil dan memeriksa Jeriko secara berulang-ulang dan memakan waktu yang panjang dan lama," tandasnya.
(Fabi/Cosmas/Fiand).