Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Laporan Welly Dimoe Djami Dinilai Bernuansa Politik, Teman Jeriko Ingatkan Penyidik Polda NTT Bertindak Profesional

Senin, 11 September 2023 | 12:37 PM WIB | 0 Views Last Updated 2023-09-11T04:37:36Z
Xdetiik


XDetiik.com, KOTA KUPANG - Laporan Welly Dimoe Djami (WDD) ke Polda NTT dinilai bernuansa politik dan sebagai balas dendam karena ia pernah dipenjara karena kasus pemalsuan tandatangan penerima beasiswa di SMA Teladan. Welly dituding hanya selalu dijadikan alat politik untuk menjegal karier politik Jefri Riwu Kore (Jeriko). Karena itu penyidik Polda NTT diminta untuk bertindak professional dan tidak mengkriminalisasi Jeriko dalam menangani laporan Welly.

Hal ini merupakan Penilaian Ketua Relawan Teman Jeriko, Yan Piter Lilo melalui rilis yang diterima tim media ini terkait dugaan laporan sumpah palsu dengan terlapor Jefri Riwu Kore (Jeriko) yang dilaporkan Welly Dimoe Djami, ke Polda NTT pada Senin, (11/9/23). 

Kami menilai Laporan Welly Dimoe Djami ke Polda NTT sebagai balas dendam karena ia pernah dipenjara karena kasus pemalsuan tandatangan penerima beasiswa di SMA Teladan yang pernah dilaporkan Jeriko. Welly juga selalu dijadikan alat politik untuk menjegal karier politik Jefri Riwu Kore (Jeriko) karena ia hanya berulah di tahun politik. Karena itu kami minta penyidik Polda NTT untuk bertindak professional dan tidak mengkriminalisasi Jeriko dalam menindaklanjuti laporan Welly,” tandas Yan ditemui media di Polda NTT.

Dalam rilisnya, Yan membeberkan kronologis sebenarnya dibalik laporan Welly tersebut. “Masalah ini perlu diklarifikasi agar masyarakat tahu jelas kronologi yang tepat tentang persoalan tersebut, karena di berbagai media maupun melalui laman media sosialnya, Welly Dimoe Djami selalu memposisikan diri dizolimi dalam persoalan tersebut, padahal faktanya tidak demikian. Ia justru hanya dijadikan sebagai alat politik oknum yang bermain dibelakang layer,” ungkapnya.

Mantan Pengurus Pusat GMKI ini menyampaikan kronologi lengkap, awal mula Welly Dimoe Djami di laporkan dan di vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang. Awal kasus tersebut terjadi ketika Pemilu Legislatif tahun 2014 yang lalu, Dr. Jefri Riwu Kore menang dan setelah itu Welly Dimoe Djami langsung melaporkan Bapak Jefri Riwu Kore dengan dugaan penipuan penyaluran beasiswa. "Berbagai laporan ia lakukan waktu itu. Mulai dari melaporkan Bapak Jefri Riwu Kore ke berbagai Aparat Penegak Hukum baik di Kupang maupun Jakarta," ujarnya

Diantaranya, lanjut Yan, Welly melaporkan dugaan penipuan yang katanya dilakukan Jeriko dengan janji untuk memperjuangkan Beasiswa bagi siswa sekolahnya, SMA Sinar Pancasila Kupang.  "Welly melaporkan dugaan Penipuan ini ke Dewan Kehormatan DPR RI. Ia juga melaporkan Bapak Jeriko ke Bawaslu Propinsi NTT," beber Yan.

Bukan hanya melaporkan di berbagai aparat penegak hukum dan pihak terkait, Welly juga terus melakukan Konperensi Pers yang menyatakan bahwa Jeriko melakukan penipuan lewat beasiswa. Menyikapi banyaknya laporan tersebut, kemudian Jefri Riwu Kore, melaporkan kembali Welly Dimoe Djami.

Karena laporan Welly tidak terbukti. Saat sidang dengan Kementerian Pendidikan (saat menjabat sebagai anggota DPR RI, red), Jeriko menanyakan alasan mwengapa Kementerian Pendidikan tidak memberikan Beasiwa ke Sekolah Sinar Pancasila Kupang? Walaupun hk untuk memberikan atau tidak memberikan beasiswa tersebut adalah hak kementerian,” jelas Yan.

Namun setelah di cek oleh Kementerian Pendidikan, kata Yan, ternyata siswa-siswi sekolah SMA Sinar Pancasila juga diberikan Beasiswa. “Ternyata semua beasiswa tersebut telah diambil oleh Welly Dimoe Djami dengan cara melakukan pemalsuan tanda tangan semua siswa yang mendapatkan beasiswa di sekolah tersebut,” ungkapnya.

Atas dasar tanda tangan Palsu untuk mengambil beasiswa milik siswa-siswi tersebut, lanjut Yan, maka kemudian Jeriko melaporkan Welly Dimoe Djami ke polisi dengan kasus pemalsuan tandatangan.  “Selanjutnya ia disidangkan di Pengadilan Negeri Kupang, Welly diputuskan bersalah dan dihukum penjara sekitar 5 bulan. Ia banding ke Pengadilan Tinggi Kupang hingga kasasi ke Mahkamah Agung namun ia tetap divonis bersalah melakukan pemalsuan tandatangan siswa-siswi. Hingga akhirnya ia dieksekusi tahun lalu oleh Kejari Kupang. Ia masuk penjara dan telah selesai menjalani masa hukumannya," bebernya.

Yan menandaskan, sebagai warga negara Jeriko juga melaporkan balik Welly atas beberapa laporan yang dirasa memfitnah dirinya untuk merusak reputasinya.  "Harus diingat bahwa Jeriko bukan orang gila yang suka cari masalah dengan orang lain. Jeriko hanya merespon dan membela diri atas fitnah yang begitu banyak dilakukan Welly setelah Jeriko menang dalam Pileg tahun 2014," tegasnya.

Berdasarkan kronologi tersebut, mantan Ketua Cabang GMKI Ba'a ini juga menilai bahwa laporan Welly Dimoe Djami ke Polda NTT dinilai bernuansa balas dendam karena secara Hukum, perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan ini terjadi pada sekitar tahun 2014/2015 dan telah mendapat putusan pengadilan yang inkrah.

Menurutnya, atas dasar laporan Welly tersebut, Pihak Penyidik Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda NTT telah memanggil Jefri Riwu Kore untuk di dengar keterangannya, secara berturut-turut, sejak Rabu 28 Juni 2023, dalam pemeriksaan tersebut, Penyelidik hanya mengajukan 1 pertanyaan, yakni: “Apakah Hakim Pernah Menegur Saudara Ketika Saudara Memberikan Keterangan Sebagai Saksi Dalam Perkara Pidana Pemalsuan Tanda Tangan Dengan Tersangka Saudari Welly Maria Dimoe Djami?”. Atas Pertanyaan Ini Bapak Jefri. Riwu Kore menjawab : ”Tidak Pernah”.

Kemudian pada hari ini, Senin, 11 September 2023, Jam 09.00 WITA, Jeriko kembali di panggil untuk wawancara klarifikasi perkara guna memberikan keterangan terkait penyelidikan terhadap dugaan peristiwa memberikan keterangan palsu di atas sumpah. “Sesuai pokok laporan polisi maka pasal yang dapat disangka-kan kepada Jeriko sebagai terlapor adalah Pasal 242 KUHP Juncto Pasal 174 KUHAP.

Dengan demikian sesuai pokok laporan, lanjut Yan, Teman Jeriko menilai dugaan Tindak Pidana Memberikan Keterangan Palsu di atas Sumpah yang dilaporkan Welly Maria Dimoe Djami, terjadi di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Kupang pada tahun 2015 atau sekitar 8 tahun silam. “Karenanya, Penerapan Pasal 242 KUHP Wajib memenuhi syarat formil yang di tetapkan oleh pasal 174 KUHAP,” tandasnya.

Yan menjelaskan, mengacu pada 174 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981), apabila keterangan saksi di persidangan disangka palsu, maka Hakim Ketua Sidang karena jabatannya memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepada saksi supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada saksi apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.

Dengan rumusan Pasal 174 KUHAP di atas, lanjutnya, jika benar Jeriko telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan maka seharusnya perkara dugaan peristiwa memberikan keterangan palsu diatas sumpah sebagaimana disangkakan tidak membutuhkan laporan polisi. “Karena pada saat itu juga dipastikan ada penetapan/perintah pengadilan/hakim kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penahanan dan proses hukum sesuai perundang-undangan.

"Dengan konstruksi kasus yang dilaporkan Welly Maria Dimoe Djami dan rumusan Pasal 242 KUHP dan Pasal 174 KUHAP, adakah alat bukti atau saksi yang di sampaikan  Welly Maria Dimoe Djami saat melapor ke SPKT Polda NTT pada 26 Mei 2023 sehingga laporan ini dianggap layak dan memenuhi syarat untuk diproses lanjut ke tahapan penyelidikan?" tanya Yan.

Yan mengingatkan bahwa jika hal-hal tersebut belum atau tidak menjadi perhatian utama dan tidak dilakukan penyidik maka dugaan tindak pidana sebagaimana dilaporkan oleh Welly Maria Dimoe Djami yang sedang dan akan dilakukan oleh pihak Penyelidik/Penyidik Polda NTT, maka akan berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap Jeriko. “Juga terhadap proses persidangan dan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan dengan terdakwa kala itu, adalah saudari Welly Maria Dimoe Djami,” tegasnya.

Apalagi, lanjut Yan, jika Jeriko sampai ditetapkan sebagai tersangka dengan mengabaikan Pasal 242 KUHP dan Pasal 174 KUHAP. “Itu sangat merugikan Bapak Jeriko secara materil maupun imateril. Apalagi jika penyidik dengan sengaja memanggil dan memeriksa Jeriko secara berulang-ulang dan memakan waktu yang panjang dan lama," tandasnya.

Jika terjadi demikian, kata Yan, bisa memicu munculnya opini publik bahwa laporan polisi oleh Welly Maria Dimoe Djami dan proses penyelidikan/penyidikan yang begitu cepat dilakukan Pihak Penyelidik/Penyidik Polda NTT merupakan Bentuk Kriminalisasi Hukum  terhadap Jeriko. "Sangat terlihat nuansa Politiknya karena memasuki tahun  politik 2024 (kasus 8 tahun lalu) dan diduga ada upaya untuk menjegal Jeriko untuk ikut berkompetisi dalam Pemilihan Walikota Kupang," ungkapnya.

Karena itu, Yan meminta Kapolda NTT, khususnya Pihak Penyelidik Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda NTT agar dalam penanganan penyelidikan dan penyidikan atas Laporan Polisi dari Welly Maria Dimoe Djami, dapat bertindak professional sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundangan Yang Berlaku. “Khususnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Khususnya Pasal 10, Pasal 14 dan Pasal 31;  Pasal 242 KUHP; dan Pasal 174 KUHAP,” pintanya.

Hal tersebut, kata Yan, perlu disampaikan pihaknya sebagai wujud dukungan dan control terhadap Polri. "Khususnya Polda NTT sebagai garda terdepan penegakan hukum dan perlindungan Masyarakat. Semua ini semata-mata karena kecintaan kami terhadap Polri dan penegakan hukum yang professional, bermartabat serta menjunjung tinggi supremasi hukum, Salam Presisi," pungkasnya.

(Fabi/Cosmas/Fiand).

×
Berita Terbaru Update