Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penetapan Tersangka Dinilai Tak Sah, Ketua Araksi ‘Seret’ Kejari TTU ke ‘Meja Hijau'

Senin, 06 Maret 2023 | 10:50 AM WIB | 0 Views Last Updated 2023-03-07T12:53:49Z

 



XDetiik.com, KOTA KUPANG  - Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU),  ‘diseret’ ke ‘meja hijau’ alias dipra-peradilankan Ketua Araksi, AB karena diduga melanggar peraturan/perundang-undangan dalam proses penetapan AB sebagai tersangka sehingga penetapan tersangka dengan 'modus' rekayasa Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut dinilai tidak sah.


Demikian dikatakan anggota Tim Penasihat Hukum (PH) Ketua Araksi (AB), Jemy Haekase, SH kepada tim media ini saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Sabtu (4/3/23).


 Terkait Gugatan Pra-Peradilan yang didaftarkan Tim PH ke Pengadilan Negeri (PN) Kefamenanu.


Saya pastikan bahwa kami sudah mendaftar gugatan pra-peradilan ke PN Kefamenanu sejak tanggal 27 Februari 2023. Kami harap gugatan pra-peradilan tersebut dapat segera disidangkan dalam waktu 7 hari sejak didaftarkan,” ujar Haekase.


Namun menurutnya, hingga hari Sabtu, 4 Maret 2023, pihaknya belum mendapat panggilan sidang dari PN Kefamenanu. 

"Kami belum mendapat relas panggilan dari PN Kefamenanu hingga hari ini," beber Haekase.


Ia berharap, persidangan pra-peradilan tersebut dapat segera dilaksanakan secepatnya.


 "Kami harap PN Kefamenanu segera menyidangkan pra-peradilan ini. Jangan sampai mengulur-ulur persidangan," tandasnya.


Haekase juga membeberkan, setelah pihaknya mendaftarkan gugatan pra-peradilan di PN Kefamenanu, Pihak Kejari TTU buru-buru membawa AB ke Kupang dan melimpahkan ke berkas perkara dan tersangka ke ON Tipikor.


"Kami berharap tidak ada trik yang aneh-aneh. Kalau merasa benar, kenapa takut di pra-peradilan?" kritiknya.


Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini dari website PN Kefamenanu, Ketua Araksi, AB telah mendaftarkan Gugatan Pra-Peradilan di PN Kefamenanu sejak tanggal 27 Februari 2023 dengan Nomor: 1/Pid.Pra/PN Kfm. Pokok Perkara tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka. 


Pemohon Pra-Peradilan: AB, SH. Termohon: Kejaksaan Agung RI, Cq. Kejaksaan Tinggi NTT, Cq. Kejari TTU. Status Perkara: Sidang Perdana. Lama proses: 3 hari.


Seperti diberitakan sebelumnya, Pegiat Anti Korupsi, Christoforus Watu, yang juga Ketua AMMAN Flobamora mengungkapkan adanya dugaan rekayasa dalam penangkapan dengan modus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua Araksi NTT, AB di SoE, TTS oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) TTU, Robert Lambila dan tim Kejari TTU. Oleh karena itu, Kajari TTU diminta untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan rekayasa tersebut.


Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kajari TTU, Robert Lambila yang mendapat predikat sebagai Kajari Terbaik Se-Indonesia yang begitu cepat melimpahkan berkas Ketua Araksi ke PN Tipikor Kupang untuk segera disidangkan. Namun berdasarkan informasi yang kami peroleh, dapat diduga adanya rekayasa dalam OTT terhadap Ketua Araksi NTT, AB. Oleh karena itu, kami minta Kajari TTU untuk memberikan klarifikasi tentang OTT tersebut,” ujar pegiat Anti Korupsi yang akrab disapa Roy Watu.


Menurut Roy, banyak hal yang mesti diklarifikasi oleh Kajari TTT. 

Siapa yang memberi AB uang Rp 10 juta? Apa kaitan OTT tersebut dengan kasus Embung Nifuboke atau Jalan Nona Manis? Mengapa pemberi uang tidak diperiksa? Bagaimana kronologis OTT tersebut? Tolong Pak Kajari Terbaik Se-Indonesia memberikan penjelasan secara transparan. Karena ada dugaan bahwa OTT tersebut hanya ‘modus’ untuk menangkap Ketua Araksi yang pernah ‘mempermalukan’ kejaksaan yang tak mampu menangani Kasus Bawang Merah Malaka yang saat ini telah diambil alih KPK RI,” bebernya.


Seharusnya, beber Roy, Kajari TTU, Robert Lambila dan Timnya harus transparan dan adil dalam proses hukum terhadap Ketua Araksi.


Embungnya tidak berfungsi, tidak menangkap dan menampung air hujan. Sedikit air yang ada di embung tersebut berasal dari Kali Oeluan yang dialirkan dengan selang berukuran 1 dim. Dengan kondisi ini, kerugian negaranya jelas. Itu total lost. Jadi seluruh total anggaran Embung Nifuboke senilai Rp 880 juta merupakan kerugian negara,” bebernya.


Tapi anehnya, lanjut Roy, dugaan kasus korupsi Embung Nifuboke tidak diproses hukum.


 “Kontraktor, PPK, dan Kadisnya tidak diproses hukum. Malah Kejari TTU memproses hukum AB dengan dugaan laporan palsu sesuai Pasal 23 UU Tipikor. Prosesnya sangat cepat hingga telah dilimpahkan ke PN Tipikor Kupang. Ini sangat aneh! Ada ‘permainan' apa dibalik proses hukum terhadap AB? Pak Kajari tolong jelaskan supaya tidak menimbulkan opini liar di publik,” tandasnya.


Dijelaskan, laporan kasus dugaan korupsi Embung Nifuboke dan Jl. Nona Manis oleh Araksi merupakan laporan informasi. 


Benar atau tidaknya laporan dugaan korupsi, itu menjadi kewenangan APH. Kalau tidak benar, yah dihentikan/dipetieskan/di SP3 kasusnya. Kalau AB berkoar-koar di media tapi tidak ada korupsinya, itu kasus fitnah. Itu Tipidum dan delik aduan Pak Kajari. Masa Pak Kajari proses laporan dugaan pemerasan dan fitnah yang menjadi ranah kepolisian? Ini aneh!’ tegasnya.


Roy mengingatkan Kejari TTU bahwa penggunaan pasal 23 UU Tipikor untuk menjerat AB adalah sangat tidak tepat. 


Pasal ini berada dalam Bab III yang mengatur tentang Tindak Pidana Lain yang Terkait Perkara Korupsi. Pasal 23 ini berbunyi,  “Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 442, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 Juta (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300 Juta (Tiga ratus juta rupiah).” Kutipnya.


Pertanyaannya, lanjut Roy, AB memberikan laporan/keterangan palsu di bawah sumpah (dalam sidang pengadilan, red) dalam Perkara korupsi yang mana sehingga AB bisa diproses dengan pasal 23 UU Tipikor dengan ancaman 6 tahun? 


Proses hukum terhadap saksi palsu pun harus dengan penetapan pengadilan tentang keterangan/laporan palsu. Berdasarkan penetapan hakim tersebut baru jaksa bisa memproses saksi yang memberikan laporan palsu,” paparnya.


Menurut Roy, Kajari TTU harus menjelaskan tentang kapan? Dimana? Dan dalam Perkara korupsi yang mana AB memberikan laporan/keterangan palsu di bawah sumpah (dalam sidang Pengadilan, red)?


 “Dari Pengadilan mana? Dan nomor berapa penetapan pengadilan tentang laporan palsu AB?” tegasnya.


Tidak hanya itu, kata Roy, namanya kasus korupsi harus ada kerugian negaranya.


 “Berapa kerugian negara dalam Perkara Korupsi Embung Nifuboke? Kan masih dalam audit BPK RI. Perkara korupsinya saja belum disidik kok sudah ada laporan palsu?” kritiknya.


Menurut Roy, penggunaan Pasal 23 UU Tipikor oleh Kejari TTU untuk menjerat Ketua Araksi, AB adalah sangat bertentangan dengan UU Tipikor Bab V Pasal 41 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor serta perlindungan hukum terhadap saksi pelapor. 


Sesuai Pasal 41, seharusnya kejaksaan melindungi Ketua Araksi sebagai saksi/pelapor. Bahkan sesuai Pasal 42 UU Tipikor, saksi pelapor harusnya diberi penghargaan. Bukan sebaliknya, malah memproses hukum pelapor. Aparat hukum kok menjungkirbalikkan hukum? Kalau seperti ini, tidak ada masyarakat yang berani melapor kasus korupsi karena takut dikriminalisasi,” kritiknya lagi.


Siapapun, lanjut Roy, tidak dapat menyangkali fakta bahwa Embung Nifuboke tidak berfungsi untuk menangkap dan menampung air hujan. 


Tapi mengapa Kejari TTU tidak memproses hukum Kontraktor, PPK dan Kadisnya? Tapi malah memproses hukum saksi pelapornya, Anehkan? Janganlah memutarbalikkan fakta!” tegasnya.


Roy juga mewanti-wanti agar Kejari TTU tidak diperalat para oknum terduga koruptor dan elit politik tertentu.  


Saya ingatkan agar Kejari TTU jangan sampai diperalat pihak-pihak yang dilaporkan AB atau elit politik tertentu untuk balas dendam,” tandasnya.


Ia menilai, penjelasan Kajari TTU sebagaimana diberitakan berbagai media setiap harinya selalu berubah-ubah. 


Ibarat angin, penjelasan Kajari TTU berubah setiap hari. Tapi tidak menyentuh substansi kasus yang sebenarnya. Malah terus melebar ke hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan Pasal 23 UU Tipikor,” kritik Roy. 


Misalnya, lanjut Roy, apa hubungannya MoU Pemkab Malaka dengan Araksi terkait Laporan Palsu Embung Nifunoke dan Jl. Nona Manis?


 “Apa hubungannya AB sebagai ‘kaki-tangan’ politik dengan kasus Embung Nifuboke dan Jl. Nona Manis? Apa hubungannya dugaan pemerasan sejumlah kepala desa dan pengusaha dengan laporan Araksi tersebut? Apa hubungannya dana sekitar Rp 1 M yang mengalir ke rekening AB terkait laporan palsu Embung Nifuboke dan Jl. Nonamanis?” tanyanya kritis.


Subtansi masalah tersebut di atas dan OTT terhadap AB, kata Roy, tidak dijelaskan oleh Kajari Lambila secara transparan alias terang benderang. 


Ada apa ini? Kok terkesan ditutup-tutupi? Tidak mengherankan kalau beredar informasi bahwa proses hukum dan OTT terhadap AB direkayasa. Saya kira Pak Kajari sebagai Kajari Terbaik se-Indonesia akan menjelaskan semua pertanyaan ini dengan gentlement,” tandasnya.


Diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula ketika Ketua Araksi NTT, AB dipanggil untuk diperiksa di Kejari TTU pada tanggal 14 Februari 2023. Di saat itu langsung dilakukan penggeledahan rumah AB. Kejari TTU pun menyita HP dan 1 unit laptop milik AB. Petang hari itu juga, AB ditangkap Kejari TTU dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dipimpin langsung Kajari TTU, Robert Lambila di Kota SoE. Barang bukti dari ITT tersebut berupa uang tunai Rp 10 Juta.


Namun hingga kini Kejari TTU masih menyembunyikan oknum yang memberi uang Rp 10 juta kepada AB. Kejari TTU juga tidak pernah memberikan penjelasan tentang kaitan oknum tersebut dengan Embung Nifuboke atau kasus Jl. Nona Manis yang dilaporkan Araksi.


 (*XD/tim*)

×
Berita Terbaru Update