Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Naikan Tarif TNK, Gubernur NTT Dinilai 'Menabrak' Peraturan dan Paksakan Kehendak

Jumat, 05 Agustus 2022 | 1:26 PM WIB | 0 Views Last Updated 2022-08-05T05:27:03Z
XDetiik


XDetiik.com, JAKARTA, – Keputusan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) untuk menaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK), khususnya Pulau Komodo dan Padar dinilai sebagai pemaksaan kehendak karena tak berdasar hukum dan melanggar alias ‘menabrak’ Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014 yang mengatur tentang tarif masuk ke Taman Nasional. Kenaikan tarif itu dinilai sebagai modus monopoli pengelolaan tiket masuk oleh PT. Flobamor. 


Demikian penilaian Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus dalam rilisnya terkait kenaikan tarif masuk ke TNK, khususnya Pulau Komodo dan Pulau Padar yang diterima Tim Media ini melalui pesan WhatsApp/WA pada Rabu, (03/8/2022) kemarin.


"Kenaikan tarif tiket masuk TNK ini, jelas sebagai suatu pemaksaan kehendak VBL dan bukan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat, karena sebagai Taman Nasional, kebijakannya itu ditentukan oleh pemerintah pusat berupa PP No.12 Tahun 2014, yang mengatur pemberlakuan tarif masuk termasuk tarif TNK." Tandas Salestinus


Karena itu, lanjut Salestinus, pemberlakuan tarif masuk TNK dengan harga tiket sebesar Rp 3.750.000,- jelas tidak memiliki dasar hukum. "Dan bersifat sangat diskriminatif karena bertujuan untuk menangkal orang-orang berpenghasilan menengah ke bawah tidak bisa atau tidak boleh masuk di TNK. Ini namanya diskriminasi dalam pelayanan kepariwistaan." Kritiknya


Yang menarik, kata Salestinus, justru wisatawan manca negara yang kaya-raya-pun ikut melakukan protes. "Antara lain dengan membatalkan rencana kunjungannya ke TNK, Labuan Bajo, lantaran kenaikan tarif tiket masuk sebesar Rp.3.750.000,- dianggap terlalu mahal dan ada unsur diskriminasi dalam pemberlakuan tarif baru per 1/8/ 2022, yang hanya berlaku bagi orang kaya." Ujarnya


Dengan demikian, jelas Salestinus, sebenarnya yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum, adalah Gubernur NTT VBL. "Bukan Pelaku Usaha yang hari-hari ini melakukan mogok berusaha, akibat mereka merasakan tarif baru tiket TN Komodo sudah mematikan Pelaku Usaha Menengah ke bawah, dengan modus menuju praktek monopoli." Bebernya


Berdasarkan keluhan sejumlah Pelaku Usaha, ungkap Salestinus, praktek bisnis di TN Komodo yang dikelola oleh Perumda Provinsi NTT. "Yaitu PT. Flobamora sebagai kuasa tunggal mengelola penjualan tiket masuk TNK. Ini jelas melanggar UU No.5 Tahun 1999, Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat." Kritiknya lagi


Dengan demikian, Ia menyimpulkan bahwa yang harus diproses  dan dimintai pertanggungjawaban secara pidana oleh Polda NTT, terkait aksi mogok tanggal 1/8/2022 dstnya. seharusnya Gubernur NTT VBL. "Bukan Para Pelaku Usaha di Labuan Bajo, karena hak mogok Pelaku Usaha dijamin UU.  Mengapa merekalah yang ditangkap, dianiaya dan diproses hukum?" tanya Salestinus.


Oleh karena itu, tandas Salestinus, Kapolda NTT harus membatalkan status tersangka Pelaku Usaha yang ditangkap. "Karena yang menghambat Wisatawan Domestik dan Wisatawan Asing berkunjung ke TNK Labuan Bajo, kemarin 1/8/2022 adalah karena kebijakan Gubernur NTT VBL menaikan tarif tiket masuk menjadi Rp.3.750. 000,- per pengunjung, bukan akibat aksi mogok Pelaku Usaha." Tegasnya


Seperti diberitakan berbagai media sebelumnya, Pemprov NTT menaikan tarif masuk TNK, khususnya ke Pulau Komodo dan Pulau Padar menjadi Rp 3.750.000 (Rp 3,75 Juta). Alasannya, kenaikan tersebut untuk membatasi kunjungan wisatawan untuk konservasi binatang purba tersebut. 


Namun anehnya, Pemprov NTT memberikan pengelolaan tiket masuk  kepada PT. Flobamor. BUMD Walaupun pembatasan kunjungan wisatawan tersebut dengan alasan konservasi, namun PT. Flobamor membuka paket perjalanan (untuk 4 orang, red) ke Pulau Komodo dengan tarif Rp 15 Juta/paket.


Anggota DPR RI, Ansy Lema (dari Fraksi PDIP) pada Sabtu (14/7/22) lalu seperti dilansir transtv45.com, mempersoalkan kenaikan tarif masuk Pulau Komodo dan Padar (paket 4 orang, red) tersebut karena terlampau mahal dan hanya sebagian kecil yang masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (Pemprov NTT dan Pemkab Mabar masing-masing hanya Rp 100 ribu, red). 


Menurutnya ada 2 kejangggalan, pertama pembatasan kunjungan tetapi membuka paket wisata bernama Experimentalist Envioment EVE) ke Pulau Komodo. Paket EVE ini dikelola oleh PT. Flobamor (selaku BUMD) dengan tarif Rp 15 juta per paket. 


Ansy Lema merincikan, dari tarif Rp 15 juta tersebut akan dialokasikan untuk :

1) Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 2 juta ke pemerintah, khususnya Balai TN Komodo;

2) PAD ke Pemprov dan Pemkab Rp 200 ribu;

3) Biaya Asuransi Rp 100 ribu;

4) Dana Konservasi Rp 7,1 Juta;

5) Fee/upah PT. Flobamor Rp 5,435 Juta;

6) Biaya Pajak Rp 165 ribu.


"Mengapa tiba-tiba ada ususalan paket wisata, padahal pemerintah ingin membatasi kuota pengunjung. Di sisi lain, pemerintah pusat terkesan mengutamakan PT. Flobamor. Tugas pemerintah adalah membuat regulasi, tetapi mengapa ingin bermain dalam ranah penyedia jasa tur ke Pulau Komodo dan Padar? Beri kesempatan pada masyarakat lokal untuk ikut berpartisipasi dalam menyediakan jasa tur. Jangan sampai pembatasan kunjungan dijadikan alasan untuk memberikan konsesi bisis, bahkan monopoli kepada perusahaan tertentu. Apalagi melihat komposisinya, jumlah uang yang masuk ke PAD sangat kecil, dibanding upah yang masuk ke PT. Flobamor." Tegas Ansy Lema


Kedua, pengenaan beban biaya konservasi tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada masyarakat pengunjung/wisatawan. "Di mana letak keadilan sosialnya? Seharusnya  uang konservasi diambil pemerintah dari perusahaan yang melakukan perusakan alam, seperti perusahaan sawit, perusahaan batu bara dan koorporasi tambang. Tarik pajak lebih banyak dari mereka dan kemudian disubsidi silang untuk biaya konservasi, bukan dari masyrakat Indonesia yang mau berwisata." Pungkas politisi PDIP ini


Memprotes kenaikan tarif yang sepihak tersebut, para pelaku usaha pariwisata kelas menengah dan kecil memprotes dengan melakukan aksi mogok selama 1 bulan sejak 1 s.d 30 Agustus 2022. Berdasarkan vidio yang beredar, aksi demo yang dilakukan para pelaku usaha pada tanggal 1 Agustus 2022 berbuntut penangkapan dan penganiayaan pelaku usaha dan masyarakat. Bahkan seorang jurnalis dikabarkan turut dianiaya dan ditangkap aparat polisi. 

(XD/tim**)

×
Berita Terbaru Update