Ketua Araksi TTS, Dony Tanoen. |
XDetiik,com. SOE - Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) TTS, Dony Tanoen, secara tegas menyoroti berbagai persoalan yang mengemuka dalam proses Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Timor Tengah Selatan (TTS). Mulai dari seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga penerbitan akta kematian atas rekomendasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Araksi TTS, Dony Tanoen pada Rabu, (25/9/2024), yang menilai ada indikasi ketidakberesan dalam pelaksanaan Pemilu. Perlu segera disikapi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan pihak terkait.
"Kita ingin tahu apa alasan di balik penyingkiran pelamar tersebut, padahal nilainya tinggi," tegas Dony Tanoen.
Menurut Tanoen, salah satu persoalan serius adalah adanya pelamar PPK dengan nilai tinggi yang tidak terakomodir tanpa alasan yang jelas. "Hal ini menimbulkan kecurigaan terkait integritas proses seleksi, yang kini tengah berproses di DKPP dan baru disidangkan pada 20 September 2024 di Kupang," tandasnya.
Tidak hanya itu, Araksi juga menyoroti masalah penerbitan akta kematian atas rekomendasi KPU berdasarkan hasil pencoklitan Pantarlih (Panitia Pendaftaran Pemilih), yang hingga kini belum mendapat tanggapan atau klarifikasi dari KPU kepada para keluarga korban.
Dony kembali menegaskan bahwa masalah ini berkaitan dengan Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 378 dan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 150, yang menyebutkan ancaman pidana bagi siapa pun yang secara sengaja menghilangkan hak pilih seseorang.
"Sanksinya jelas, pidana 12 hingga 24 bulan dan denda 12 juta hingga 24 juta, tetapi KPU TTS tetap melanjutkan pleno penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tanpa ada penyelesaian masalah ini," ujar Tanoen.
Tanoen juga menyoroti ketidakjelasan respons KPU TTS dalam menanggapi tanggapan publik selama periode verifikasi administrasi calon bupati dan wakil bupati. Menurutnya, ada indikasi bahwa KPU TTS tidak sepenuhnya menguasai Peraturan KPU (PKPU), khususnya PKPU 8 Tahun 2024 yang mengatur juknis pencalonan.
"Apakah mereka tidak menguasai regulasi, atau ada faktor lain? Ini menjadi tanda tanya besar," tegasnya lagi.
Sebagai langkah tegas, Dony Tanoen meminta DKPP segera melakukan evaluasi terhadap komisioner KPU TTS agar tidak mencederai pesta demokrasi di TTS. Jika persoalan ini dibiarkan, ia khawatir akan menjadi bom waktu pasca-Pemilukada.
"KPU justru menciptakan masalah sendiri. Hal ini harus segera dihentikan," kritik Ketua Araksi TTS dengan nada keras.
Tidak hanya KPU, Tanoen juga mengkritisi kinerja Bawaslu TTS yang dinilai hanya mengeluarkan rekomendasi tanpa tindak lanjut yang jelas.
"Bawaslu harus memperketat pengawasan. Rekomendasi saja tidak cukup jika tidak ada dampak nyata terhadap proses demokrasi di TTS," imbuhnya.
Dony Tanoen bersama Araksi berencana akan bersurat resmi kepada DKPP untuk mendesak evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan Pemilu di TTS.
Ia juga mengingatkan bahwa permasalahan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilu Legislatif lalu masih menjadi kenangan buruk yang jangan sampai terulang dalam Pemilukada kali ini.
Dengan sorotan tajam ini, Tanoen berharap Pemilukada di TTS dapat berjalan damai, aman, tertib, jujur dan adil, sesuai dengan harapan masyarakat TTS yang menginginkan perubahan nyata melalui proses demokrasi yang berkualitas.
Ardi**